VATIKAN CITY (CNS) -- Rosario adalah doa yang penuh kuasa untuk perdamaian, untuk keluarga, serta untuk merenungkan peristiwa-peristiwa dalam hidup Yesus, demikian kata Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostolik yang baru diterbitkannya.
Sementara memuji mereka yang dengan setia berdoa rosario dengan merenungkan peristiwa-peristiwa seperti yang biasa dipakai selama ini, paus juga menganjurkan tambahan lima “peristiwa cahaya” - yaitu masa perutusan Yesus di hadapan orang banyak - untuk lebih menekankan fokus rosario pada Kristus.
Paus Yohanes Paulus II menandai peringatan 24 tahun pelantikannya sebagai paus pada tanggal 16 Oktober dengan menandatangani surat apostolik “Rosarium Virginis Mariae” (“Rosario Santa Perawan Maria”), pada saat mengadakan audiensi umum mingguan.
Bapa Suci memaklumkan Tahun Rosario hingga bulan Oktober mendatang, serta meminta setiap orang untuk berdoa rosario dengan lebih sering, dengan penuh cinta dan dengan pemahaman bahwa doa rosario akan mempersatukan mereka dengan Bunda Maria serta menghantar mereka kepada Yesus.
Kelima peristiwa baru yang dianjurkan Bapa Suci adalah:
Paus Yohanes Paulus II juga mengungkapkan cintanya yang istimewa akan doa-doa Maria dan menyampaikan saran-saran bagaimana umat beriman dapat berdoa rosario dengan lebih baik.
“Rosario telah menyertai saya di saat-saat suka dan di saat-saat duka,” tulisnya. “Dalam rosario saya selalu menemukan penghiburan.”
Hanya selang dua minggu setelah pengangkatannya sebagai Bapa Suci pada tahun 1978, ia mengatakan, “Sejujurnya saya mengakui: Rosario adalah doa favorit saya.”
Dan, katanya, “mengenang kembali segala kesulitan yang juga menjadi bagian dari pelaksanaan tugas perutusan saya, saya merasa perlu untuk menyampaikan sekali lagi, sebagai suatu undangan yang hangat kepada siapa saja untuk mengalami secara pribadi bahwa: Rosario sungguh `meningkatkan irama hidup manusia', dan menjadikannya selaras dengan `irama' hidup Tuhan sendiri.”
Bapa Suci meminta bantuan setiap orang untuk menanggapi “krisis rosario” yang ditandai dengan kelalaian mengajarkannya kepada anak-anak serta keragu-raguan -yang didukung oleh beberapa teolog- bahwa rosario itu kuno, takhyul atau pun anti-ekumene.
Terutama setelah “serangan yang mengerikan” tanggal 11 September 2001, paus mengatakan: menggairahkan kembali doa rosario merupakan sumbangan umat Katolik yang amat berharga bagi perwujudan perdamaian dunia.
Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa rosario memberi “rasa damai bagi mereka yang mendoakannya,” membimbing mereka untuk memandang wajah Kristus dalam diri sesama, untuk peka terhadap kesedihan serta penderitaan sesama, serta membangkitkan kerinduan untuk menjadikan dunia “lebih indah, lebih adil, lebih selaras dengan rencana Tuhan.”
“Sekarang ini, saya hendak mempercayakan diri kepada kuasa doa rosario …. sebagai sumber damai di dunia dan sumber damai dalam keluarga,” tulisnya.
Rosario, kata paus, adalah dan akan selalu merupakan doa dari dan bagi keluarga.
Mendaraskan doa rosario bersama-sama dalam keluarga akan mempersatukan mereka dengan Keluarga Kudus, membawa harapan-harapan serta persoalan-persoalan mereka kepada Tuhan, serta memusatkan perhatian mereka kepada gambaran kehidupan Kristus, dan bukannya gambar televisi, katanya.
Berbicara tentang praktek doa rosario, Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa rosario mengulang-ulang doa yang sama dengan tujuan merenungkan serta memusatkan pikiran, dan bukannya mendatangkan kejenuhan.
Pertama-tama, katanya, biji-biji rosario janganlah dipandang sebagai “barang jimat,” tetapi sebagai sarana untuk melambangkan “perenungan serta usaha terus-menerus untuk mencapai kesempurnaan Kristiani.”
Biji-biji rosario juga dapat “mengigatkan kita akan begitu banyaknya persahabatan dan ikatan persatuan serta persaudaraan yang mempersatukan kita dengan Kristus.”
Peristiwa-peristiwa rosario, meskipun bukan pengganti bacaan Kitab Suci, haruslah menghantar pikiran kita kepada Kristus dan kepada peristiwa-peristiwa lain dalam hidup-Nya, demikian kata paus. Sebagian orang mungkin akan merasa tertolong dengan gambar atau ikon Kitab Suci dari peristiwa yang sedang direnungkan, atau setidak-tidaknya, dengan menggambarkan peristiwa -peristiwa tersebut dalam pikiran mereka.
Paus Yohanes Paulus II juga menganjurkan agar umat membaca ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan peristiwa yang direnungkan, bukan sebagai sarana untuk mengingat kembali informasi yang ada, “tetapi untuk mengijinkan Tuhan berbicara.”
Seringkali terjadi, pada waktu berdoa rosario, kata paus, umat beriman lupa bahwa bagian penting dari suatu doa kontemplasi adalah keheningan; karenanya baik pada waktu mendaraskan doa rosario secara pribadi atau pun bersama-sama dalam suatu kelompok, dianjurkan untuk berhenti sejenak dalam keheningan setelah suatu ayat dibacakan.
Sementara sepuluh Salam Maria dalam suatu peristiwa merupakan “elemen paling penting” dalam rosario, paus meminta umat beriman untuk lebih memperhatikan pendarasan doa Bapa Kami dan Kemuliaan, doa-doa yang menghantar umat kepada Allah Bapa dan kepada Allah Tritunggal.
Bapa Suci menganjurkan bahwa jika rosario didaraskan dalam suatu kelompok, Kemuliaan sebaiknya dinyanyikan “sebagai suatu cara untuk memberikan penekanan yang pantas kepada Tritunggal Mahakudus yang amat penting dalam semua doa Kristiani.”
Paus Yohanes Paulus II juga meminta umat beriman untuk sekali-kali berhenti serta memandang salib yang tergantung pada rosario mereka.
“Hidup dan doa umat beriman berpusat pada Kristus,” tulisnya. Sama seperti Rosario, “segala sesuatu berasal dari Dia, segala sesuatu menghantar kita kepada Dia, segala sesuatu, melalui Dia, dalam persatuan dengan Roh Kudus, menuju kepada Bapa.”
Rosario itu doa yang fleksibel, katanya. Ujud-ujud doa khusus dapat diucapkan pada akhir setiap peristiwa; sebagian dapat dinyanyikan; sebagai penutup, berbagai kelompok yang berbeda dalam usia, budaya serta etnis dapat memilih doa atau lagu-lagu Maria yang sesuai.
Terutama ketika berusaha menghidupkan doa rosario bagi anak-anak, beberapa penyesuaian juga diperkenankan, katanya: “Mengapa tidak mencobanya?”
Oleh: Cindy Wooden
Catholic News Service, 16 Oktober 2002
Sementara memuji mereka yang dengan setia berdoa rosario dengan merenungkan peristiwa-peristiwa seperti yang biasa dipakai selama ini, paus juga menganjurkan tambahan lima “peristiwa cahaya” - yaitu masa perutusan Yesus di hadapan orang banyak - untuk lebih menekankan fokus rosario pada Kristus.
Paus Yohanes Paulus II menandai peringatan 24 tahun pelantikannya sebagai paus pada tanggal 16 Oktober dengan menandatangani surat apostolik “Rosarium Virginis Mariae” (“Rosario Santa Perawan Maria”), pada saat mengadakan audiensi umum mingguan.
Bapa Suci memaklumkan Tahun Rosario hingga bulan Oktober mendatang, serta meminta setiap orang untuk berdoa rosario dengan lebih sering, dengan penuh cinta dan dengan pemahaman bahwa doa rosario akan mempersatukan mereka dengan Bunda Maria serta menghantar mereka kepada Yesus.
Kelima peristiwa baru yang dianjurkan Bapa Suci adalah:
- Yesus Dibaptis di Sungai Yordan
- Yesus Menyatakan Diri-Nya dalam perjamuan nikah di Kana
- Yesus Mewartakan Kerajaan Allah serta Menyerukan Pertobatan
- Yesus Dipermuliakan
- Yesus Menetapkan Ekaristi
Paus Yohanes Paulus II juga mengungkapkan cintanya yang istimewa akan doa-doa Maria dan menyampaikan saran-saran bagaimana umat beriman dapat berdoa rosario dengan lebih baik.
“Rosario telah menyertai saya di saat-saat suka dan di saat-saat duka,” tulisnya. “Dalam rosario saya selalu menemukan penghiburan.”
Hanya selang dua minggu setelah pengangkatannya sebagai Bapa Suci pada tahun 1978, ia mengatakan, “Sejujurnya saya mengakui: Rosario adalah doa favorit saya.”
Dan, katanya, “mengenang kembali segala kesulitan yang juga menjadi bagian dari pelaksanaan tugas perutusan saya, saya merasa perlu untuk menyampaikan sekali lagi, sebagai suatu undangan yang hangat kepada siapa saja untuk mengalami secara pribadi bahwa: Rosario sungguh `meningkatkan irama hidup manusia', dan menjadikannya selaras dengan `irama' hidup Tuhan sendiri.”
Bapa Suci meminta bantuan setiap orang untuk menanggapi “krisis rosario” yang ditandai dengan kelalaian mengajarkannya kepada anak-anak serta keragu-raguan -yang didukung oleh beberapa teolog- bahwa rosario itu kuno, takhyul atau pun anti-ekumene.
Terutama setelah “serangan yang mengerikan” tanggal 11 September 2001, paus mengatakan: menggairahkan kembali doa rosario merupakan sumbangan umat Katolik yang amat berharga bagi perwujudan perdamaian dunia.
Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa rosario memberi “rasa damai bagi mereka yang mendoakannya,” membimbing mereka untuk memandang wajah Kristus dalam diri sesama, untuk peka terhadap kesedihan serta penderitaan sesama, serta membangkitkan kerinduan untuk menjadikan dunia “lebih indah, lebih adil, lebih selaras dengan rencana Tuhan.”
“Sekarang ini, saya hendak mempercayakan diri kepada kuasa doa rosario …. sebagai sumber damai di dunia dan sumber damai dalam keluarga,” tulisnya.
Rosario, kata paus, adalah dan akan selalu merupakan doa dari dan bagi keluarga.
Mendaraskan doa rosario bersama-sama dalam keluarga akan mempersatukan mereka dengan Keluarga Kudus, membawa harapan-harapan serta persoalan-persoalan mereka kepada Tuhan, serta memusatkan perhatian mereka kepada gambaran kehidupan Kristus, dan bukannya gambar televisi, katanya.
Berbicara tentang praktek doa rosario, Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa rosario mengulang-ulang doa yang sama dengan tujuan merenungkan serta memusatkan pikiran, dan bukannya mendatangkan kejenuhan.
Pertama-tama, katanya, biji-biji rosario janganlah dipandang sebagai “barang jimat,” tetapi sebagai sarana untuk melambangkan “perenungan serta usaha terus-menerus untuk mencapai kesempurnaan Kristiani.”
Biji-biji rosario juga dapat “mengigatkan kita akan begitu banyaknya persahabatan dan ikatan persatuan serta persaudaraan yang mempersatukan kita dengan Kristus.”
Peristiwa-peristiwa rosario, meskipun bukan pengganti bacaan Kitab Suci, haruslah menghantar pikiran kita kepada Kristus dan kepada peristiwa-peristiwa lain dalam hidup-Nya, demikian kata paus. Sebagian orang mungkin akan merasa tertolong dengan gambar atau ikon Kitab Suci dari peristiwa yang sedang direnungkan, atau setidak-tidaknya, dengan menggambarkan peristiwa -peristiwa tersebut dalam pikiran mereka.
Paus Yohanes Paulus II juga menganjurkan agar umat membaca ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan peristiwa yang direnungkan, bukan sebagai sarana untuk mengingat kembali informasi yang ada, “tetapi untuk mengijinkan Tuhan berbicara.”
Seringkali terjadi, pada waktu berdoa rosario, kata paus, umat beriman lupa bahwa bagian penting dari suatu doa kontemplasi adalah keheningan; karenanya baik pada waktu mendaraskan doa rosario secara pribadi atau pun bersama-sama dalam suatu kelompok, dianjurkan untuk berhenti sejenak dalam keheningan setelah suatu ayat dibacakan.
Sementara sepuluh Salam Maria dalam suatu peristiwa merupakan “elemen paling penting” dalam rosario, paus meminta umat beriman untuk lebih memperhatikan pendarasan doa Bapa Kami dan Kemuliaan, doa-doa yang menghantar umat kepada Allah Bapa dan kepada Allah Tritunggal.
Bapa Suci menganjurkan bahwa jika rosario didaraskan dalam suatu kelompok, Kemuliaan sebaiknya dinyanyikan “sebagai suatu cara untuk memberikan penekanan yang pantas kepada Tritunggal Mahakudus yang amat penting dalam semua doa Kristiani.”
Paus Yohanes Paulus II juga meminta umat beriman untuk sekali-kali berhenti serta memandang salib yang tergantung pada rosario mereka.
“Hidup dan doa umat beriman berpusat pada Kristus,” tulisnya. Sama seperti Rosario, “segala sesuatu berasal dari Dia, segala sesuatu menghantar kita kepada Dia, segala sesuatu, melalui Dia, dalam persatuan dengan Roh Kudus, menuju kepada Bapa.”
Rosario itu doa yang fleksibel, katanya. Ujud-ujud doa khusus dapat diucapkan pada akhir setiap peristiwa; sebagian dapat dinyanyikan; sebagai penutup, berbagai kelompok yang berbeda dalam usia, budaya serta etnis dapat memilih doa atau lagu-lagu Maria yang sesuai.
Terutama ketika berusaha menghidupkan doa rosario bagi anak-anak, beberapa penyesuaian juga diperkenankan, katanya: “Mengapa tidak mencobanya?”
Oleh: Cindy Wooden
Catholic News Service, 16 Oktober 2002
======
sumber : "Rosary is powerful prayer for peace, pope says in apostolic letter" by Cindy Wooden; Catholic News Service; Copyright (c) 2002 Catholic News Service/U.S. Conference of Catholic Bishops; www.catholicnews.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Catholic News Service”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar