Bulan Desember sekitar 13 tahun yang lalu saya pulang ke rumah di Jakarta dan bermaksud merayakan Natal bersama keluarga setelah menghabiskan satu semester sekolah di dareah Jawa Tengah. Dalam hati saya sangat bergembira karena dapat kembali berkumpul bersama keluarga setelah 6 bulan tidak bertemu keluarga ; maklum baru pertama kali 'merantau'. Tapi maksud hati merayakan misa malam Natal bersama keluarga tapi apa daya bila Tuhan berkata lain.
Kemeriahan misa malam Natal yang saya tunggu ternyata tidak bisa saya rasakan karena saya mendadak jatuh sakit dan sama sekali tidak bisa bangkit dari tempat tidur.
Ternyata tidak sampai di situ saja penderitaan saya karena ternyata ada hal tak terduga terjadi pada pagi harinya. Seolah tak percaya, tapi kenyataan yang saya alami waktu itu adalah saya tidak dapat melangkahkan kaki lagi, bahkan untuk sekedar berdiri tegak ataupun menggerakkan jari-jari tangan dan kaki saja saya tidak sanggup. Dan yang lebih parah adalah saya tidak bisa lagi menggunakan kedua tangan saya untuk memegang apapun. Seolah tidak ada daya sama sekali walaupun saya sangat ingin melakukannya. Kegiatan sederhana seperti memegang pensil, alat makan, dsb sudah tidak dapat saya lakukan lagi.
Entah apa sebabnya dan sakit apa yang saya derita waktu saya sampai sekarang tidak tahu. Tapi yang jelas saya tidak dapat lagi beraktifitas seperti biasa dan kemungkinan besar saya tidak dapat kembali sekolah.
Singkat kata, bermacam cara dilakukan untuk menyembuhkan saya, mulai dari minum bermacam jamu sampai pijat rekfleksi dan pengobatan alternatif. Penanganan medis modern tidak saya lakukan karena pertimbangan biaya.
Semua cara itu hanya membuahkan sedikit kemajuan pada kesehatan saya. Dan tentu saja kesehatan mental saya juga ikut menurun. Saya pun bertanya-tanya dalam hati apakah ini adalah akhir dari semuanya.
Memasuki masa prapaskah tahun 1996 dengan sedikit harapan tersisa saya coba merenungkan kembali hikmah yang tersirat di balik peristiwa tersebut dan saya coba menata kembali langkah yang harus saya ambil supaya saya tidak terus larut dalam keputusasan. Sampai pada akhirnya saya menetapkan untuk bangkit dan bertekad menjadikan hari raya paskah tahun itu sebagai hari istimewa dalam hidup saya.
Hal pertama yang saya lakukan adalah berpasrah diri pada kehendakNya sambil terus melanjutkan pengobatan yang saya jalani.
Dan entah mendapat ilham darimana, lebih kurang 10 hari menjelang hari raya Minggu Palma, saya mulai doa rosario setiap 3 jam. Jadi setiap hari pada jam 6 pagi, 9 pagi, 12 siang, 3 sore, 6 sore, dan 9 malam ditambah terkadang jam 12 malam, saya mengambil masing-masing 1 peristiwa (gembira/sedih/mulia) untuk didoakan sambil memohon kesembuhan.
Mulailah terjadi sesuatu yang tidak saya bayangkan sebelumnya. Ujung ibu jari kaki saya mulai dapat saya gerakkan setelah sebelumnya hanya bisa saya pandangi tanpa punya daya untuk menggerakkannya dan menyusul seluruh jari yang ada. Dan puji Tuhan, akhirnya pada hari raya Minggu Palma saya sudah bisa berangkat ke gereja bersama keluarga dan seterusnya mengikuti pekan suci walaupun dalam kondisi yang belum 100% pulih. Itulah hadiah Paskah paling berkesan yang saya terima sepanjang hidup saya.
Dan pada akhirnya pada tahun ajaran baru 1996 atau kurang lebih 3 bulan sejak Paskah saya bisa melanjutkan sekolah di Jawa Tengah dan secara ajaib pula saya bisa berangkat sendiri ke sana tanpa ditemani.
Demikian sedikit pengalaman saya berkaitan dengan rosario. Saya sampai sekarang pun tetap percaya bahwa Bunda Maria memang selalu ada dan siap sedia menjadi perantara berkat untuk membantu kesulitan hidup yang kita alami asalkan kita mau berserah diri pada Tuhan dan memohon. Seperti yang diteladankan Bunda sendiri sepanjang hidupnya.
Semoga bermanfaat..
Kemeriahan misa malam Natal yang saya tunggu ternyata tidak bisa saya rasakan karena saya mendadak jatuh sakit dan sama sekali tidak bisa bangkit dari tempat tidur.
Ternyata tidak sampai di situ saja penderitaan saya karena ternyata ada hal tak terduga terjadi pada pagi harinya. Seolah tak percaya, tapi kenyataan yang saya alami waktu itu adalah saya tidak dapat melangkahkan kaki lagi, bahkan untuk sekedar berdiri tegak ataupun menggerakkan jari-jari tangan dan kaki saja saya tidak sanggup. Dan yang lebih parah adalah saya tidak bisa lagi menggunakan kedua tangan saya untuk memegang apapun. Seolah tidak ada daya sama sekali walaupun saya sangat ingin melakukannya. Kegiatan sederhana seperti memegang pensil, alat makan, dsb sudah tidak dapat saya lakukan lagi.
Entah apa sebabnya dan sakit apa yang saya derita waktu saya sampai sekarang tidak tahu. Tapi yang jelas saya tidak dapat lagi beraktifitas seperti biasa dan kemungkinan besar saya tidak dapat kembali sekolah.
Singkat kata, bermacam cara dilakukan untuk menyembuhkan saya, mulai dari minum bermacam jamu sampai pijat rekfleksi dan pengobatan alternatif. Penanganan medis modern tidak saya lakukan karena pertimbangan biaya.
Semua cara itu hanya membuahkan sedikit kemajuan pada kesehatan saya. Dan tentu saja kesehatan mental saya juga ikut menurun. Saya pun bertanya-tanya dalam hati apakah ini adalah akhir dari semuanya.
Memasuki masa prapaskah tahun 1996 dengan sedikit harapan tersisa saya coba merenungkan kembali hikmah yang tersirat di balik peristiwa tersebut dan saya coba menata kembali langkah yang harus saya ambil supaya saya tidak terus larut dalam keputusasan. Sampai pada akhirnya saya menetapkan untuk bangkit dan bertekad menjadikan hari raya paskah tahun itu sebagai hari istimewa dalam hidup saya.
Hal pertama yang saya lakukan adalah berpasrah diri pada kehendakNya sambil terus melanjutkan pengobatan yang saya jalani.
Dan entah mendapat ilham darimana, lebih kurang 10 hari menjelang hari raya Minggu Palma, saya mulai doa rosario setiap 3 jam. Jadi setiap hari pada jam 6 pagi, 9 pagi, 12 siang, 3 sore, 6 sore, dan 9 malam ditambah terkadang jam 12 malam, saya mengambil masing-masing 1 peristiwa (gembira/sedih/mulia) untuk didoakan sambil memohon kesembuhan.
Mulailah terjadi sesuatu yang tidak saya bayangkan sebelumnya. Ujung ibu jari kaki saya mulai dapat saya gerakkan setelah sebelumnya hanya bisa saya pandangi tanpa punya daya untuk menggerakkannya dan menyusul seluruh jari yang ada. Dan puji Tuhan, akhirnya pada hari raya Minggu Palma saya sudah bisa berangkat ke gereja bersama keluarga dan seterusnya mengikuti pekan suci walaupun dalam kondisi yang belum 100% pulih. Itulah hadiah Paskah paling berkesan yang saya terima sepanjang hidup saya.
Dan pada akhirnya pada tahun ajaran baru 1996 atau kurang lebih 3 bulan sejak Paskah saya bisa melanjutkan sekolah di Jawa Tengah dan secara ajaib pula saya bisa berangkat sendiri ke sana tanpa ditemani.
Demikian sedikit pengalaman saya berkaitan dengan rosario. Saya sampai sekarang pun tetap percaya bahwa Bunda Maria memang selalu ada dan siap sedia menjadi perantara berkat untuk membantu kesulitan hidup yang kita alami asalkan kita mau berserah diri pada Tuhan dan memohon. Seperti yang diteladankan Bunda sendiri sepanjang hidupnya.
Semoga bermanfaat..
5 komentar:
Suatu kesaksian yang bagus. Semoga semakin banyak umat Katolik berdoa Rosario
Pak/Bu terhormat, ijinkan saya share pengalaman bapak/ibu melalui Facebook Katolik.
Kiranya bolehkah saya mendapat nama dari bapak/ibu.
Salam,
Chondro
Silakan Pak Vincent Chondro. Sebaiknya dikenalkan saja dengan nama Admin dari blog bundamaria.blogspot.com.
Salam,
admin
selamat siang, maaf boleh saya share kisah ini di facebook Maria Protegente? terima kasih. Tuhan memberkati
Silakan kalo mau dishare di FB Maria Protegente, Cipi. Semoga menjadi inspirasi untuk orang lain.
Tuhan memberkati.
Posting Komentar